Rabu, 28 Mei 2014

RIBA






A.     Latar Belakang

Hukum Islam mengatur tatacara melaksanakan kehidupan yang mencakup bidang ibadat dan kemasyarakatan, sedang tatacara berkeyakinan kepada Tuhan dan sebagainya serta tatacara bertingkah laku dalam ukuran-ukuran akhlak, lazimnya tidak dibicarakan dalam hukum Islam.
Dengan demikian dalam hukum Islam terdapat aturan-aturan tentang tatacara melakukan ibadat, perkawinan, kewarisan, perjanjian-perjanjian muamalat, hidup bernegara yang mencakup kepidanaan, ketatanegaraan, hubungan antar negara dan sebagainya.
Dalam makalah ini akan membahas tentang salah satu bagian dari perjanjian muamalat yang dilarang oleh agama dalam hutang piutang, yakni riba. Dengan demikian bentuk hutang piutang yang berlawanan dengan bentuk hutang piutang yang sehat dilarang oleh agama. Mengenai riba, Islam bersikap keras dalam persoalan ini karena semata-mata demi melindungi kemslahatan manusia baik dari segi akhlak, masyarakat maupun perekonomiannya.
Karena, Pada hakekatnya riba (kredit lunak berbunga besar), atau pinjaman yang salah penerapannya akan berakibat “meningkatnya harga barang yang normal menjadi sangat tinggi, atau berpengaruh besar terhadap neraca pembayaran antar bangsa, kemudian berakibat melejitnya laju inflasi, akibatnya akan dirasakan pada semua orang pada semua tingkah penghidupan.

B.     Rumusan Masalah
1.    Apakah yang dimaksud  Riba ?
2.    Apa definisi Riba dalam perspektif Ekonomi?
3.    Bagaimanakah hukum Riba dalam Islam?
4.    Sebutkan jenis-jenis Riba!
5.    Mengapa Riba dalam Islam diharamkan?
6.    Apa saja dampak negative yang ditimbulkan akibat Riba?
7.    Bagaimana cara untuk menghindari Riba?
8.    Apa saja hikmah dan manfaat menghindari Riba?

C.     Tujuan Pembahasan

1.    Untuk mengetahui dan memahami lebih lanjut tentang Riba dan definisinya dalam perspektif ekonomi
2.    Untuk mengetahui sebab-sebab riba diharamkan dalam  ekonomi Islam
3.    Untuk mengetahui jenis-jenis dan dampak negative dari Riba
4.    Untuk mengetahui cara yang harus dilakukan untuk menghindari Riba
5.    Untuk mengetahui hikmah dan manfaat menghindari Riba















BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Riba
            Ditinjau dari Bahasa Arab riba memiliki makna tambahan, tumbuh, dan menjadi tinggi. Riba menurut bahasa adalah menambah dan berkembang, sedangkan menurut istilah adalah tambahan dalam hal-hal tambahan tertentu.[1] Adapun pengertian riba menurut beberapa Ulama adalah sebagai berikut :
a)    Menurut Mughni Muhtaj oleh Syarbini, riba adalah suatu akad atau transaksi atas barang yang ketika akad berlangsung tidak diketahui kesamaannya menurut syariat atau dengan menunda penyerahan kedua barang yang menjadi objek akad atau salah satunya.
b)    Menurut Al-Jurnaini merumuskan definisi riba yaitu kelebihan atau tambahan pembayaran tanpa ada ganti atau imbalan yang disyariatkan dari salah seorang bagi dua orang yang membuat akad.
c)    Menurut Imam Ar-Razi dalam tafsir Al-Qur’an, riba adalah suatu perbuatan mengambil harta kawannya tanpa ganti rugi, sebab orang yang meminjamkan uang 1000 rupiah mengganti dengan 2000 rupiah, maka ia mendapat tambahan 1000 rupiah tanpa ganti.[2]
d)    Menurut Ijtima Fatwa Ulama Indonesia, riba adalah tambahan tanpa imbalan yang terjadi karena penanggungan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya atau biasa disebut dengan riba nasi’at.
B.  Riba dalam Perspektif Ekonomi

Dalam kehidupan sekarang, dimana telah terjadi perkembangan dalam aktivitas ekonomi seperti bank, asuransi, transaksi obligasi, transaksi valas, dll, kita dihadapkan pada kondisi yang serba sulit, karena hampir sebagian besar aktivitas ekonomi mengandung unsur riba yang biasa disebut dengan bunga.  Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang, yang biasanya dinyatakan dengan prosentase dari uang yang dipinjamkan.[3]
Riba di zaman modern ini telah menjelma dan dilegitimasi oleh sistem dan institusi/lembaga. Bank Sentral yang dimiliki setiap negara seperti Bank Indonesia, menggunakan instrumen riba (bunga) sebagai dasar kebijakan moneter dan dalam mempengaruhi sektor riil. Jika kita tidak hati-hati, kita bisa terjebak riba. Hal ini bisa terjadi karena tidak diterapkannya syariat Islam yang menjamin dan menjaga kehidupan kaum muslimin dan umat lainnya.
Untuk mengatur jumlah uang yang beredar di masyarakat (M1), untuk menjaga inflasi dan stabilitas kurs rupiah di sektor moneter, serta memicu gairah investasi di sektor riil, maka Bank Indonesia memainkan instrumen suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan cara menaikkan ataupun menurunkan tingkat suku bunga SBI tersebut.
Kebijakan bank sentral ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan perekonomian dalam negeri, bahkan bagi suatu negara yang mempunyai pengaruh yang luas dalam perekonomian dunia seperti Amerika Serikat, kebijakan bank sentralnya (The Fed) dalam menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga Amerika walaupun hanya satu persen saja akan membawa pengaruh yang besar terhadap perekonomian global termasuk Indonesia.
Dalam perekonomian kapitalis, perbankan memiliki peranan yang penting dalam sendi kehidupan ekonomi masyarakat dan negara. Hampir seluruh aktivitas ekonomi masyarakat terkait dengan bank, seperti untuk menyimpan dananya dalam bentuk tabungan, deposito, giro, ataupun dalam memperoleh modal untuk membentuk dan mengembangkan usaha, juga jasa-jasa perbankan lainnya seperti LC (letter of credit) untuk ekspor impor, kartu kredit, transfer uang, dll. Namun, hampir seluruh jasa-jasa perbankan konvensional tersebut terkait dengan bunga yang secara sadar ataupun tidak sadar turut dinikmati masyarakat. Selain bank, riba juga bisa dijalankan oleh lembaga-lembaga keuangan lainnya seperti koperasi simpan pinjam, asuransi, pegadaian, dana pensiun.
Pada sektor informal, riba dihidupkan oleh masyarakat dengan memberikan pinjaman pribadi kepada pihak lainnya dengan mengenakan bunga. Biasanya para peminjam adalah orang-orang kecil seperti para petani, pedagang kecil, nelayan, sedangkan para pemberi pinjaman kebanyakan para juragan kaya.
Perkembangan perekonomian yang berkiblat kepada kapitalis telah membuat perolehan sumber-sumber keuangan tidak hanya cukup dari dunia perbankan, karena itu muncullah sumber-sumber keuangan ribawi yaitu pasar uang dan pasar modal. Di sini diterbitkan instrumen-instrumen keuangan seperti obligasi (bonds) dan surat utang, saham, reksadana, yang kemudian dapat diperdagangkan dalam transaksi derivatif (financial derivativies). Transaksi ini antara lain berbentuk future dan option yang terjadi di zero sum market (satu pihak diuntungkan dan pihak lain dirugikan yang berarti zhalim dan terjadi eksploitasi). Dalam transaksi derivatif ini juga diperdagangkan mata uang.
Selain melakukan pinjaman kepada bank, pemerintah, BUMN dan swasta dapat memperoleh dana/modal melalui pasar modal dan pasar uang ini dengan menerbitkan saham dan obligasi. Pasar keuangan ini sarat dengan kegiatan spekulasi yang bernilai ratusan miliar dolar setiap harinya. Di sinilah sektor moneter (sektor maya) dengan cepat menggelembung sehingga tercipta ekonomi balon (buble economic) yang sangat rawan krisis.
Di tingkat negara riba telah lama mewabah. Hampir seluruh negara di dunia melakukan utang-piutang baik terhadap negara lainnya maupun dengan lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia (World Bank), IMF dan ADB dengan tingkat bunga tertentu dan syarat yang memberatkan (zhalim).[4]

C.  Hukum Riba dalam Islam
Dalam Islam memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman haram. Riba diharamkan dalam keadaan apapun dan dalam bentuk apapun.diharamkan atas pemberian piutang dan juga atas orang yang berhutang darinya dengan memberikan bunga baik yang berhutang itu adalah orang miskin atau orang kaya. Berkaitan dengan hal tersebut,hukum riba telah dipertegas dala Al-Qur’an dan Al-Hadist sebagai berikut :
1.    Dalam surah al-Baqarah ayat 275, Allah berfirman “orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seeperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah samoai kepadanya larangan Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambil dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang-orang yang mengukangi (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya ”.
2.    Firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 278-279, “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tingalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka permaklumkanlah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kami tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”.
3.    Dalam surah Ali Imran:130 Allah berfirman, “hai orangorang yang beriman, janganlah kammu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan”.[5]
4.    Dari Abu Hurairah ra bahwa  Nabi Muhammad saw bersabda, “Jauhilah 7 hal yang membinasakn, pertama melakukan kemusyrikan kepada Allah, kedua sihir, ketiga membunuh jiwa yang telah diharamkan kecuali dengan cara yang haq. Keempat makan riba, kelima memakan harta anak yatim, keeenam melarikan diri pada hari pertemuan dua pasukan, dan ketujuh menuduh berzina dengan perempuan baik-baim yang tidak tahu menahu tentang urusan ini dan beriman kepada Allah.[6]
5.    Dari Jabir ra Rasulullah saw melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, dua saksinya, dan penulisnya. Dan beliau bersabda, “mereka semua sama”.
6.    Dari Abdullah bin Hazhalah ra dari Nabi saw bersabda, “satu dirham yang riba dimakan seseorang padahl ia tahu adalah lebih berat daripada tiga puluh enam pelacur”.
7.    Dari Ibnu Mas’ud ra bahwa Nabi saw bersabda, “riba itu memounyai tujuh puluh tiga pintu, yang paling ringan (dasarnya) seperti seorang anak menyetubuhi ibunya”.
D.  Jenis-Jenis Riba
         Riba Fudul
Penukaran dua barang sejenis dalam jumlah yang tidak sama. Contoh : menukar 2 gram emas dengan 2,5 gram emas yang sama.
         Riba Qardi
Riba dalam bentuk hutang piutang atau pinjaman dengan syarat ada tambahan atau keuntungan bagi yang memberi pinjaman. Contoh : si A memberikan pinjaman uang Rp 10.000 kepada si B dengan syarat si B harus mengembalikan sebesar Rp 11.000.
         Riba Yad
Riba yang dilakukan dalam transaksi jual beli yang belum diserah terimakan namun oleh si pembeli sudah dijual lagi kepada orang lain. Contoh : si A menjual motor kepada si B tetapi si B belum menerima  motor tersebut, tetapi si B sudah menjual motor tersebut kepada si C
         Riba Nasa (Nasiah)
Riba dengan cara melipat gandakan tambahan karena penundaan waktu pembayaran. Contoh : si A memberikan pinjaman kepada si B sebesar Rp 100.000 dan harus dikembalikan minggu depan, dan ketika sudah jatuh tempo si B tidak bisa mengembalikannya maka si A memperpanjang waktu pembayarannya menjadi satu minggu lagi dengan syarat si B harus mengembalikan sebesar Rp 110.000.[7]

E.   Sebab-sebab Riba Diharamkan
Ada beberapa alasan mengapa Islam sangat melarang keras riba dalam perekonomian Islam adalah
1)    Bahwa kehormatan harta manusia sama dengan kehormatan darahnya. Oleh karena itu mengambil harta kawannya tanpa ganti sudah pasti haram
2)    Bergantung pada riba dapat menghalangi manusia dari kesibukan kerja sebab jika si pemilik uang yakin bahwa degan melauli riba dia akan memperoleh tmabahan uang baik kontan maupun berjangka, maka ia akan memudahkan persoalan mencari penghidupan sehingga hamper-hampir dia tidak mau menanggung beratnya usaha, dagang, dan pekerjaan yang berat
3)    Riba akan menyebabkan terputusnya sikap yang baik (ma’ruf) antara sesama dalam bidang pinjam meminjam. Sebab jika riba itu haram maka seseorang akan merasa senang meminjamkan uang 1000 rupiah dan kembalinya 1000 rupiah juga. Sedangkan riba jika riba dihalalkan maka sudah pasti kebutuhan orang akan menganggap berat denga pinjamannya 1000 rupiah diharuskan mengembalikan 2000 rupiah.
4)    Pada umumya pemberi piutang adalah orang kaya sedangkan peminjam adalah orang miskin. Maka pendapat yang membolehkan riba berarti meberikan jalan kepada orang kaya untuk mengambil harta orang miskin yang lemah sebagai tambahan. Sedangkan tidak layak berbuat demikian sebagai sarana memperoleh rahmat dari Allah swt. Dengan begitu yang kaya bertambah kaya dan si miskin bertambah miskin dalam masa krisis saat ini, orang kaya malah bertambah kaya karena bunga deposito dan simpanan dolarnya.[8]

F.   Dampak Negatif Riba
  1. Dampak Ekonomi
Diantara dampak ekonomim riba adalah dampak inflatoir yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang. hal tersebut disebabkan karena salah satu elemen dari penentu harga adalah suku bunga. semakin tinggu suku bunga, maka semakin tinggi juga harga yang akan ditetapkan pada suatu barang.
Dampak lainnya adalah bahwa utang, dengan rendahnya tingkat penerimaan peminjaman dan tingginya biaya bunga, akan menjadikan peminjaman tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bila bunga atas utang tersebut dibungakan. contoh paling nyata adalah utang negara – negara berkembang kepada negara – negara maju.
Meskipun disebut sebagai pinjaman lunak, artinya dengan suku bunga rendah, pada akhirnya negara – negara pengutang harus berutang lagi untuk membayar bunga dan pokoknya. akibatnya terjadilah utang yang terus-menerus. ini yang menjelaskan proses terjadinya kemiskinan struktural yang menimpah lebih dari separuh masyarakat dunia.
2.   Dampak Sosial Kemasyarakatan
Riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil. para pengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintahkan orang lain agar berusaha dan mengembalikannya, misalnya dua puluh lima persen lebih tinggi dari jumlah yang dipinjamkannya.
Persoalannya, siapa yang bisa menjamin bahwa usaha yang dijalankan oleh orang itu nantinya mendapatkan keuntungan lebih dari dua puluh lima persen? semua orang, apalagi yang beragama, tahu bahwa siapapun tidak bisa memastikan apa yang akan terjadi besok atau lusa. Siapapun tahun bahwa berusaha memiliki dua kemungkinan yakni berhasil atau gagal. Dengan menetapkan riba, orang sudah memastikan bahwa usaha yang dikelola pasti akan untung.
G.  Cara Menghindari Riba dalam Ekonomi Islam
Pandangan tentang riba dalam era kemajuan zaman kini juga mendorong maraknya perbankan Syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung di dapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional pada umumnya. Karena, menurut sebagian pendapat bunga bank termasuk riba. Hal yang sangat mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal jadi ketika nasabah sudah menginventasikan uangnya pada bank dengan tingkat suku bunga tertentu, maka akan dapat diketahui hasilnya dengan pasti. Berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil untuk deposannya.
Hal diatas membuktikan bahwa praktek pembungaan uang dalam berbagai bentuk transaksi saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah saw yakni riba nasi’at. Sehingga praktek pembungaan uang adalah haram.
Sebagai pengganti bunga bank, Bank Islam menggunakan berbagai cara yang bersih dari unsur riba antara lain:
a.    Wadiah atau titipan uang, barang dan surat berharga atau deposito
b.    Mudarabah adalah kerja sama antara pemlik modal dengan pelaksanaan atas dasar perjanjian profit and loss sharing
c.    Syirkah (perseroan) adalah diamana pihak Bank dan pihak pengusaha sama-sama mempunyai andil (saham) pada usaha patungan (jom ventura)
d.    Murabahan adalah jual beli barang dengan tambahan harga ataaan.u cost plus atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur
e.    Qard hasan (pinjaman yang baik atau benevolent loan), memberikan pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik sebagai salah satu bentuk pelayanan dan penghargaan
f.     Menerapkan prinsip bagi hasil, hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya, maka yang dibagi adalah keuntungan dari yang di dapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Misalnya, nisbahnya dalah 60% : 40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang di dapat oleh pihak bank.

   Selain cara-cara yang telah diterapkan pada Bank Syariah, riba juga dapat dihindari dengan cara berpuasa. Mengapa demikian? Karena seseorang yang berpuasa secara benar pasti terpanggil untuk hijrah dari sistem ekonomi yang penuh dengan riba ke sistem ekonomi syariah yang penuh ridho Allah. Puasa bertujuan untuk mewujudkan manusia yang bertaqwa kepada Allah swt dimana mereka yang bertaqwa bukan hanya mereka yang rajin shalat, zakat, atau haji, tapi juga mereka yang meninggalkan larangan Allah swt.
   Puasa bukan saja membina dan mendidik kita agar semakin taat beribadah, namun juga agar aklhak kita semakin baik. Seperti dalam muamalah akhlak dalam muamalah mengajarkan agar kita dalam kegiatan bisnis menghindari judi, penipuan, dan riba. Sangat aneh bila ada orang yang berpuasa dengan taat dan bersungguh-sungguh namun masih mempraktekan riba. Sebagai orang yang beriman yang telah melaksanakan puasa, tentunya orang itu akan meyakini dengan sesungguhnya bahwa Islam adalah agama yang mengatur segala aspek kehidupan (komprehensif) manusia, termasuk masalah perekonomian. Umat Islam harus masuk ke dalam Islam ssecara utuh dan menyeluruh dan tidak sepotong-potong. Inilah yang dititahkan Allah pada surah al-Baaqarah : 208, “ Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (utuh dan totalitas) dan jangan kamu ikuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu adalah musuh nyata bagimu”.
Ayat  ini mewajibkan orang beriman untuk masuk ke dalam Islam secara totalitas baik dalam ibadah maupun ekonomi, politik, social, budanya, dan sebgainya. Pada masalah ekonomi, masih banyak kaum muslim yang melanggar prinsip islam yaitu ajaran ekonomi Islam. Ekonomi Islam didasarkan pada prinsip sayariah yang digali dari Al-Qur’an dan sunnah. Dalam kitab fiqih pun sangat banyak ditemukan ajaran-ajaran mu’amalah Islam. Antara lain mudharabah, murabahah, wadi’ah, dan sebagainya.[9]

H.  Hikmah Diharamkannya Riba
Beberapa hikmah yang amat besar dengan diharamkannya riba’ antara lain karena :
1.    Riba’ menghilangkan faedah berhutang piutang yang menjadi tulang punggung gotong royong atas kebajikan dan taqwa.
2.    Riba’ menimbulkan dan menanamkan jiwa permusuhan antara beberapa individu manusia.
3.    Riba’ melenyapkan manfaat dan kepentingan yang wajib disampaikan kepada orang yang sangat membutuhkan dan menderita.
4.    Riba’ menimbulkan mental orang yang suka hidup mewah dan boros serta ingin memperoleh hasil besar tanpa kerja keras diatas kesusahan orang lain.
5.    Riba’ merupakan jalan atau cara untuk menjajah orang karena yang meminjam tidak dapat mengembalikan pinjamannya.[10]
I.     Manfaat Berekonomi Tanpa Dengan Riba
            Keharusan berekonomi secara syariah ini lantaran penerapanya memiliki manfaat yang sangat besar bagi umat Islam. Pertama umat Islam bisa menjalankan agamanya dalam bidang ekonomi yang pada gilirannya menggiringnya kepada pengamalan Islam secara utuh. Kedua, menerapkan dan mengamalkan sistem ekonomi sayariah mendapat dua keuntungan, yaitu duniawi dan ukhiawi.
            Keuntungan duniawi berupa uang, keuntungan akhirat berupa pahala ibadah melalui pengamalan syariah Islam dan terhindar dari dosa riba. Ketiga, memajukan ekonomi Islam lewat lembaga keuangan syariah, berarti umat Islam berupaya mengentaskan kemiskinan.
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Berdasarkan uraian tentang riba yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa:
·      Riba adalah suatu akad atau transaksi atas barang yang ketika akad berlangsung tidak diketahui kesamaannya menurut syariat atau dengan menunda penyerahan kedua barang yang menjadi objek akad atau salah satunya.
·      Dalam perspektif ekonomi, Riba biasa disebut dengan bunga. Hampir seluruh jasa-jasa perbankan konvensional sekarang ini terkait dengan bunga yang secara sadar ataupun tidak sadar turut dinikmati masyarakat. Selain bank, riba juga bisa dijalankan oleh lembaga-lembaga keuangan lainnya seperti koperasi simpan pinjam, asuransi, pegadaian, dana pensiun.
·      Cara untuk menghindari riba adalah dengan berpuasa, menerapakan prinsip hasil bagi, wadiah, mudarabah, syirkah, murabahah, dan qard hasan.
·      Prinsip hasil bagi dalam ekonomi sayariah memberikan nisbah tertentu pada deposannya, maka yang dibagi adalah keuntungan dari yang di dapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Sedangkan bunga bank, ditetapkannya akad di awal jadi ketika nasabah sudah menginventasikan uangnya pada bank dengan tingkat suku bunga tertentu, maka akan dapat diketahui hasilnya dengan pasti.
B.  Saran
Pada zaman ini kita harus memperhatikan perekonomian global agar kita mengetahui bagaimana situasi perekonomian dunia. Disamping itu juga, dalam kehidupan sekarang dimana telah terjadi perkembangan dalam aktivitas ekonomi seperti bank, asuransi, transaksi obligasi, transaksi valas, dll, kita dihadapkan pada kondisi yang serba sulit, karena hampir sebagian besar aktivitas ekonomi mengandung unsur riba. Jika kita tidak hati-hati, kita bisa terjebak riba. Hal ini bisa terjadi karena tidak diterapkannya syariat Islam yang menjamin dan menjaga kehidupan kaum muslimin dan umat lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an
Rahman, Afzalur. 2002. Doktrin Ekonomi Islam Jilid 3. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa.
Muhamad. 2000. Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer. Yogyakarta: UII Press Yogyakarta.
Sura’i Abdul Hadi, Abu. 1993. Bunga Bank dalam Islam. Surabaya: Al Ikhlas.
Hajar Al ‘Asqalāni, Ibnu. 1991. Bulughul Marām. Alih Bahasa. Ahmad Hassan. Bandung: CV Diponegoro.
M. Umer, Chapra. 2000. Sistem Moneter Islam, diterjemahkan: Ikhwan Abidin Basri, The Islamic Faoundation,  Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia Cendekia.
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktek, Jakarta:Gema Insani.
Aswar Karim, Adiwarman. 2001. Ekonomi  Islam Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press.
http://cholil145.blogspot.com/2012/04/konsep-riba-dalam-ekonomi-islam.html
http://juniarari.blogspot.com/2011/11/ekonomi-global-dan-permasalahan-riba.html
http://kholisrifai.blogspot.com/2010/09/riba-dalam-perspektif-ekonomi-syariah.html




[1] Umar M. Chapra, Sistem Moneter Islam, Diterjemahkan: Ikhwan Abidin Basri, The Islamic Foundation, (Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia Cendekia, 2000). Hal. 22
[2] Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 3, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 2002) hal. 70
[3] Muhammad, Lembaga-lembaga Keuanagan Umat Kontemporer, (Yogyakarta: UII Press, 2000) hal. 146
[4] http:// juniarari.blogspot.com/2011/11/ekonomi-global-dan-permasalahan-.html
[5] Al Quran Surat Al Baqarah  (275,278-279) dan Ali Imran (130)
[6] Ibnu Hajar Al Asqalani, Bulughul Marram, Alih Bahasa, A. Hassan (Bandung: CV Diponegoro, 1991. Hal. 350
[7] Abu Sura’I Abdul Hadi, Bunga Bank dalam Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1993) hal. 27
[8]  Adiwarman Aswar Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001) hal.71
[9]   http://cholil145.blogspot.com/2012/04/konsep-riba-dalam-ekonomi-islam.html
[10] http://kholisrifai.blogspot.com/2010/09/riba-dalam-perspektif-ekonomi-syari’ah.html