INVESTASI (PENANAMAN MODAL)
2.1.
Definisi Investasi
Pada hakikatnya tabungan yang terdapat di
masyarakat ada yang merupakan simpanan sementara, yaitu sebelum digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi, ada juga merupakan tambahan modal yang sering
disebut investasi.
Investasi, yang lazim disebut
juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal merupakan komponen
kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Dengan demikian istilah
investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan
penanam-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan
perlengkapan-perlengkapan untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang
dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal
ini memungkinkan perekonomian tersebut menghasikan lebih banyak barang dan jasa
di masa yang akan datang. Adakalanya penanaman modal dilakukan untuk
menggantikan barang barang modal yang lama Yang telah haus dan perlu
didepresiasikan.
Dalam prakteknya, dalam usaha
untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu,
yang digolongkan sebagai investasi (atau pembentukan modal atau penanaman
modal) meliputi pengeluaran/perbelanjaan yang berikut:
1.
Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu
mesin-mesin dan peralatanproduksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis
industri dan perusahaan.
2.
Perbelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal,
bangunan kantor, bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya.
3.
Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum
terjual, bahan mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir
tahun penghitungan pendapatan nasional.
Jumlah dari ketiga-tiga jenis komponen
investasi tersebut dinamakan investasi bruto, yaitu ia meliputi investasi untuk
menambah kemampuan memproduksi dalam perekonomian dan mengganti barang modal
yang sudah didepresiasikan. Apabila investasi bruto dikurangi oleh nilai
apresiasi maka akan didapat investasi neto. Dalam teori ekonomi makro
yang dibahas adalah investasi fisik. Dengan pembatasan tersebut maka definisi
investasi dapat lebih dipertajam sebagai pengeluaran-pengeluaran yang
meningkatkan stok barang modal. Stok barang modal adalah jumlah barang modal
dalam suatu perekonomian pada saat tertentu.
2.2.
Fungsi Investasi
Kurva yang menunjukkan perkaitan di antara tingkat
investasi dan tingkat pendapatan nasional dinamakan fungsi investasi. Bentuk
fungsi investasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ia sejajar dengan
sumbu datar, atau bentuknya naik ke atas ke sebelah kanan (yang berarti
makin tinggi pendapatan nasional, makin tinggi investasi). Fungsi atau kurva
investasi yang sejajar dengan sumbu datar dinamakan investasi otonomi dan fungsi
investasi yang semakin tinggi apabila pendapatan nasional meningkat dinamakan
investasi terpengaruh. Dalam analisis makroekonomi biasanya dimisalkan bahwa
investasi perusahaan bersifat investasi otonomi.
Menurut Joseph Allois Schumpeter investasi otonom
(autonomous investment,) dipengaruhi oleh perkembangan-perkembangan yang
terjadi di dalam jangka panjang seperti:
ü Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan
akan diperoleh.
ü Tingkat bunga.
ü Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa
depan.
ü Kemajuan teknologi.
ü Tingkat pendapatan nasional dan
perubahan-perubahannya.
ü Keuntungan yang diperoleh
perusahaan-perusahaan.
2.3.
Kriteria Investasi
a.
Payback Period.
Payback period adalah waktu yang dibutuhkan agar
investasi yang direncanakan dapat dikembalikan, atau waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai titik impas. Jika waktu yang dibutuhkan makin pendek, proposal
investasi dianggap makin baik. Kendatipun demikian, kita harus berhati-hati
menafsirkan kriteria payback period ini. Sebab ada investasi yang baru
menguntungkan dalam jangka panjang (> 5 tahun).
b.
Benefit/Cost Ratio (B/C Ratio).
B/C ratio mengukur mana yang lebih besar, biaya
yang dikeluarkan dibanding hasil (output) yang diperoleh. Biaya yang
dikeluarkan dinotasikan dengan C (cost). Output yang dihasilkan
dinotasikan dengan B (benefit). Keputusan menerima atau menolak proposal
investasi dapat dilakukan dengan melihat nilai B/C. Umumnya, proposal investasi
baru diterima jika B/C > 1, sebab berarti output yang dihasilkan lebih besar
daripada biaya yang dikeluarkan.
c.
Net Present Value (NPV).
Perhitungan dengan menggunakan nilai nominal dapat
menyesatkan, sebab tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang. Untuk membuat
hasil lebih akurat, maka nilai sekarang didiskontokan. Keuntungan dari
menggunakan metode diskonto adalah kita dapat langsung menghitung selisih nilai
sekarang dari biaya total dengan penerimaan total bersih. Selisih inilah yang
disebut net present value. Suatu proposal investasi akan diterima jika
NPV > 0, sebab nilai sekarang dari penerimaan total lebih besar daripada
nilai sekarang dari biaya total.
d.
Internal Rate of Return (IRR).
Internal rate of return adalah nilai tingkat
pengembalian investasi, dihitung pada saat NPV sama dengan nol. Keputusan
menerima/menolak rencana investasi dilakukan berdasarkan hasil perbandingan IRR
dengan tingkat pengembalian investasi yang diinginkan .
2.4.
Macam-macam Investasi
a.
Investasi di bedakan menjadi dua macam, yakni
:
a)
Investasi nyata (Real Investmen)
Melibatkan asset berwujud,
pembelian asset produktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, dsb.
b)
Investasi keuangan (deposito, Commercial
paper, dan surat berhargapasar uang)dan pasar modal (saham, obligasi, opsi
dsb).
b.
Berdasar jangka waktu, investasi
dapat dikelompokan kepada :
a)
Investasi Jangka Panjang.
Yaitu
menanamkan suatu modal dengan harapan dapat memperoleh keuntungan pada waktu
yang akan datang melalui penguasaan suatu asset bergerak dan asset tidak
bergerak dalam kurun waktu yang lebih dari satu tahun, Investasi jangka panjang
memerlukan Modal/ Dana yang cukup besar dan biasa dilakukan oleh suatu
institusi/badan usaha. Sasaran/objek dari investasi jangka panjang berupa: property,
barang modal, kepemilikan saham (share holder).
b)
Investasi Jangka Pendek.
Yaitu
menanamkan suatu modal dalam suatu asset tertentu yang bersifat liquid
dan berjangka waktu yang pendek biasanya kurang dari satu tahun bisa dalam
hitungan Jam, Hari , Minggu, atau bulan ,dan sangat fleksibel tergantung kepada
kebutuhan para Investor. Istrumen investasi jangka pendek banyak sekali
pilihannya sesuai dengan tingkat risiko yang mau diambil.
(Tinggi,Sedang,Rendah). Salah satu istrumen investasi jangka pendek yang sangat
digandrungi oleh para Investor muda yaitu ,Istrumen Derivatif ( High
Risk istrumen) berupa Trading forex Online, karena instrumen Derivatif
menjanjikan suatu margin yang cukup besar mulai 5%- 10 % perbulan
bagi pemula, bahkan sampai 100 % perbulan bagi para trader, bila
dibandingkan dengan bunga deposito, Obligasi, yang berjalan hanya 5 % - 9 % per
tahun.
c.
Investasi menurut penggunaannya terdiri dari
tiga macam yaitu :
a)
Konstruksi
b)
Rehabilitas
c)
Perluasan
d.
Investasi menurut jenisnya
a)
Investasi otonomi
b)
Investasi terimbas
c)
Investasi public
2.5.
Tipe-tipe Investor
Sebelum membuat suatu keputusan
Investasi, seorang calon investor harus mengetahui portofolio Investasi
(Kumpulan berbagai intrumen atau asset investasi yang disusun untuk
mencapai tujuan investasi), sekaligus menentukan risiko dan potensi keuntungan
yang diperoleh dari portofolio tersebut dan intrumen investasi apa yang paling
cocok dengan karakter calon investor. Secara karakteristik pelaku
Investasi portofolio Tipe Investor menurut profil resiko yaitu:
1)
Defensive
Investor dengan tipe defensive,
investor ini berusaha untuk mendapatkan keuntungan dan menghindari
resiko sekecil apapun dari investasi yang dilakukan. Investor tipe ini
tidak mempunyai keyakinan yang cukup dalam hal spekulasi, dan lebih memilih
untuk menunggu saat-saat yang tepat dalam berinvestasi agar investasi yang
dilakukan terbebas dari resiko.
2)
Conservative
Investor dengan tipe conservative,
biasanya berinvestasi untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga dan dengan
rentang waktu investasi yang cukup panjang, misalnya untuk pendidikan perguruan
tinggi anak atau biaya hidup di hari tua. Investor tipe ini memiliki
kecenderungan menanam investasi dengan keuntungan (yield) yang layak
saja dan tidak memiliki resiko besar, karena filosofi investasi mereka untuk
menghindari resiko. Walaupun investor conservative sering berinvestasi, investor
ini umumnya mengalokasikan sedikit waktu untuk menganalisa dan mempelajari
portofolio investasinya.
3)
Balanced
Investor dengan tipe balanced
merupakan tipe investor yang menginginkan resiko menengah. Investor
tipe ini selalu mencari proporsi yang seimbang antara resiko yang
dimungkinkan terjadi dengan pendapatan yang dapat diraih. Tipikal investor ini
bahwa mereka akan selalu berhati-hati dalam memilih jenis investasi, dan hanya
investasi yang proporsional antara resiko dan penghasilan yang bisa diperoleh
yang akan dipilih.
4)
Moderately aggresive
Moderately
aggressive,
merupakan tipe investor yang tenang atau tidak ekstrim dalam menghadapi
resiko. Investor ini cenderung memikirkan kemungkinan terjadinya resiko
dan kemungkinan bisa mendapatkan keuntungan. Dalam hal ini, investor dengan
tipe moderately aggressive selalu tenang dalam mengambil keputusan
investasi karena keputusan yang ditetapkan sudah dipikirkan sebelumnya.
5)
Investor Aggressive
Investor
aggresive atau
biasa disebut 'pemain', adalah kebalikan dari investor conservative.
Mereka sangat teliti dalam menganalisa portofolio yang dimiliki. Semakin banyak
angka-angka dan fakta yang bisa dianalisa adalah semakin baik. Investor tipe
ini umumnya berinvestasi dengan rentang waktu relatif pendek karena mengharapkan
adanya keuntunganyang besar dalam waktu singkat. Walaupun tidak berharap untuk
merugi, namun setiap investor aggressive menyadari bahwa kerugian adalah
bagian dari permainan.
2.6.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Investasi
Berikut
ada beberapa faktor yang mempengaruhi investasi yang telah saya himpun dalam
berbagai sumber, yaitu :
ü Suku
Bunga
Suku
bunga merupakan faktor yang sangat penting dalam menarik investasi karena
sebagian besar investasi biasanya dibiayai dari pinjaman bank. Jika suku bunga
pinjaman turun maka akan mendorong investor untuk meminjam modal dan dengan
pinjaman modal tersebut maka ia akan melakukan investasi.
ü Pendapatan
nasional per kapita untuk tingkat negara (nasional) dan PDRB per kapita untuk
tingkat propinsi dan Kabupaten atau Kota
Pendapatan
nasional per kapita dan PDRB per kapita merupakan cermin dari daya beli
masyarakat atau pasar. Makin tinggi daya beli masyarakat suatu negara atau
daerah (yang dicerminkan oleh pendapatan nasional per kapita atau PDRB per
kapita) maka akan makin menarik negara atau daerah tersebut untuk berinvestasi.
ü
Kondisi sarana dan prasarana
Prasarana
dan sarana pendukung tersebut meliputi sarana dan prasarana transportasi,
komunikasi, utilitas, pembuangan limbah dan lain-lain. Sarana dan prasarana transportasi
contohnya antara lain: jalan, terminal, pelabuhan, bandar udara dan lainlain.
Sarana dan prasrana telekomunikasi contohnya: jaringan telepon kabel maupun
nirkabel, jaringan internet, prasarana dan sarana pos. Sedangkan contoh dari
utilitas adalah tersedianya air bersih, listrik dan lain-lain.
ü
Birokrasi perijinan
Birokrasi
perijinan merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi investasi
karena birokrasi yang panjang memperbesar biaya bagi investor. Birokrasi yang
panjang akan memperbesar biaya bagi pengusaha karena akan memperpanjang waktu
berurusan dengan aparat. Padahal bagi pengusaha, waktu adalah uang. Kemungkinan
yang lain, birokrasi yang panjang membuka peluang oknum aparat pemerintah untuk
menarik suap dari para pengusaha dalam rangka memperpendek birokrasi tersebut.
ü
Kualitas sumberdaya manusia
Manusia
yang berkualitas akhir-akhir ini merupakan daya tarik investasi yang cukup
penting. Sebabnya adalah tekhnologi yang dipakai oleh para pengusaha makin lama
makin modern. Tekhnologi modern tersebut menuntut ketrampilan lebih dari tenaga
kerja.
ü
Peraturan dan undang-undang
ketenagakerjaan
Peraturan
undang-undang ketenagakerjaan ini antara lain menyangkut peraturan tentang
pemutusan hubungan kerja (PHK), Upah Minimum, kontrak kerja dan lain-lain.
ü
Stabilitas politik dan keamanan
Stabilitas
politik dan keamanan penting bagi investor karena akan menjamin kelangsungan
investasinya untuk jangka panjang.
ü
Faktor-faktor sosial budaya
Contoh
faktor sosial budaya ini misalnya selera masyarakat terhadap makanan. Orang
Jawa pedalaman misalnya lebih senang masakan yang manis rasanya, sementara
masyarakat Jawa pesisiran lebih senang masakan yang asin rasanya.
ü
Pengaruh Nilai tukar
Secara
teoritis dampak perubahan tingkat / nilai tukar dengan investasi bersifat uncertainty
(tidak pasti). Shikawa (1994), mengatakan pengaruh tingkat kurs yang
berubah pada investasi dapat langsung lewat beberapa saluran, perubahan kurs
tersebut akan berpengaruh pada dua saluran, sisi permintaan dan sisi penawaran
domestik. Dalam jangka pendek, penurunan tingkat nilai tukar akan mengurangi
investasi melalui pengaruh negatifnya pada absorbsi domestik atau yang dikenal
dengan expenditure reducing effect. Karena penurunan tingkat kurs ini
akan menyebabkan nilai riil aset masyarakat yang disebabkan kenaikan tingkat
harga-harga secara umum dan selanjutnya akan menurunkan permintaan domestik
masyarakat. Gejala diatas pada tingkat perusahaan akan direspon dengan penurunan
pada pengeluaran / alokasi modal pada investasi.
Pada
sisi penawaran, pengaruh aspek pengalihan pengeluaran (expenditure
switching) akan perubahan tingkat kurs pada investasi relatif tidak
menentu. Penurunan nilai tukar mata uang domestik akan menaikkan produk-produk
impor yang diukur dengan mata uang domestik dan dengan demikian akan
meningkatkan harga barang-barang yang diperdagangkan / barang-barang ekspor (traded
goods) relatif terhadap barang-barang yang tidak diperdagangkan (non
traded goods), sehingga didapatkan kenyataan nilai tukar mata uang domestik
akan mendorong ekspansi investasi pada barang-barang perdagangan tersebut.
ü
Tingkat Inflasi
Tingkat
inflasi berpengaruh negatif pada tingkat investasi hal ini disebabkan karena
tingkat inflasi yang tinggi akan meningkatkan resiko proyek-proyek investasi
dan dalam jangka panjang inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-rata masa
jatuh pinjam modal serta menimbulkan distrosi informasi tentang harga-harga
relatif. Disamping itu menurut Greene dan Pillanueva (1991), tingkat inflasi
yang tinggi sering dinyatakan sebagai ukuran ketidakstabilan roda ekonomi makro
dan suatu ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan kebijakan ekonomi
makro.